Pesan Imam Syafi’i Tentang Menjaga Ujaran

Pesan Imam Syafi’i Tentang Menjaga Ujaran

PeciHitam.org – Perlu kita ketahui pesan imam Syafi’i tentang menjaga ujaran agar “mampu“ hidup di zaman now. Zaman sekarang ini ujaran kerap menjadi problem antarindividu, sosial, politik, pendidikan, dunia kesehatan, dan lain-lain.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pemerintah demi menjaga ketertiban umum membuat undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang juga berkaitan dengan ujaran.

Perihal pesan imam Syafi’i tentang menjaga ujaran, Syekh M Nawawi Banten mengutip perkataan ulama besar di bidang hukum itu yang mengajak masyarakat untuk tidak ceroboh atau ngawur dalam berujar.

Menurut Imam Syafi‘i, seseorang harus menimbang gagasan serta ide sebelum diucapkannya. Tidak asal “njeplak“ dan merugikan diri sendiri maupun orang lain.

إذا أراد أحدكم الكلام فعليه أن يفكر في كلامه فإن ظهرت المصلحة تكلم وإن شك لم يتكلم حتى تظهر

Artinya, “Jika kau ingin berbicara, maka kau harus menimbang ucapanmu. Jika itu mengandung maslahat, maka bicaralah. Tetapi jika kau ragu, maka tahan ucapanmu hingga kau benar-benar yakin itu akan mengandung maslahat,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten dalam Syarah Qamiut Thughyan, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], hal. 11).

Baca Juga:  Siapakah Ahli Bid'ah yang Sebenarnya? Berikut 4 Ciri-ciri Mereka

Pesan Imam Syafi‘i terkait menahan ujaran yang tidak layak secara etika ini dimasukkan oleh Syekh M Nawawi Banten ke dalam cabang-cabang keimanan dalam agama Islam. Ujaran dan keimanan memiliki hubungan yang sangat erat sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini:

عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذ جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت

Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan ia menyakiti tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakan tamunya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam (jika tak bisa berkata baik, red.)” (HR Bukhari).

Al-Qur’an juga memberikan perhatian secara tersirat terhadap ujaran. Al-Qur’an memberikan isyarat bahwasanya setiap ujaran yang keluar dari seseorang akan dicatat oleh malaikat khusus dan akan dimintai pertanggung-jawabannya kelak.

Baca Juga:  Keutamaan Orang Berilmu dalam Islam yang Wajib Kita Diketahui

مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Artinya, “Tiada yang terucap pada perkataan selain padanya terdapat malaikat Raqib dan Atid,” (Surat Qaf ayat 18).

Alhasil, pertimbangan atas ujaran ini sangat diperhatikan dalam Islam. Pertimbangan ini menjadi sebuah keharusan, kenapa? Karena ujaran tanpa pertimbangan berdaya rusak luar biasa atas hubungan antardividu, kelompok, dan lain sebagainya. Tidak sedikit yang kita temui hancurnya sebuah pertemanan dikarenakan ujaran.

Tak mengherankan kalau saja Syekh M Nawawi Banten mengutip hadits Rasulullah SAW yang menyebut diam sebagai puncak dari kebijaksanaan. Sabda Rasulullah SAW. bukan menganjurkan orang untuk selalu diam, tetapi mendorong ujaran yang sejalan dengan kemaslahatan.

أفضل أخلاق الإسلام الصمت حتى يسلم الناس

Artinya, “Akhlak yang paling utama dalam Islam adalah diam hingga orang lain selamat (dari ujarannya yang menyakitkan),” (Lihat Syekh M Nawawi Banten dalam Syarah Qami‘ut Thughyan, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 11).

Baca Juga:  Tawakal Kepada Allah, Bukan Sekedar Pasrah Namun Juga Usaha

Kesimpulan yang dapat kita petik, diharuskan berpikir dalam berujar. Jika seumpama apa yang akan kita ucapkan menyakiti beberapa orang, maka diam saja. Seperti hadits diatas, diam merupakan puncak kebijaksanaan. Akan tetapi, jika itu diperlukan demi kemaslahatan bersama, contoh teman yang berbuat maksiat, maka perlu kita peringatkan meskipun seringnya menyakiti teman kita. Jangan sungkan untuk meminta maaf jika ada ujaran yang menyakiti temanmu. Wallahu a‘lam.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *