Surah Al-Hasyr Ayat 21-24; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Hasyr Ayat 21-24

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Hasyr Ayat 21-24 ini, diterangkan bahwa seandainya gunung-gunung itu diberi akal, pikiran, dan perasaan seperti yang telah dianugerahkan kepada manusia, kemudian diturunkan Al-Qur’an kepadanya, tentulah gunung-gunung itu tunduk kepada Allah, bahkan hancur-lebur karena takut kepada-Nya. Akan tetapi, Al-Qur’an bukan untuk gunung, melainkan untuk manusia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah yang menurunkan Al-Qur’an dan menetapkannya sebagai petunjuk bagi manusia, adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia. Dialah yang berhak disembah, tidak ada yang lain. Segala penyembahan terhadap selain Allah, seperti pohon, batu, patung, matahari, dan sebagainya, adalah perbuatan sesat.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Hasyr Ayat 21-24

Surah Al-Hasyr Ayat 21
لَوۡ أَنزَلۡنَا هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيۡتَهُۥ خَٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ

Terjemahan: “Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.

Tafsir Jalalain: لَوۡ أَنزَلۡنَا هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ (Kalau sekiranya Kami menurunkan Alquran ini kepada sebuah gunung) lalu dijadikan-Nya pada gunung tersebut akal sebagaimana manusia لَّرَأَيۡتَهُۥ خَٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا (pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah) terbelah-belah مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ (disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu) yang telah disebutkan di atas tadi نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ (Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir) yang karenanya lalu mereka beriman.

Tafsir Ibnu Katsir: Dalam firman-Nya ini, Allah mengagungkan perkara al-Qur’an dan menjelaskan kedudukannya yang tinggi. Karena itu seyogyanya seluruh hati manusia tunduk kepadanya dan tidak terpecah belah mendengarnya, karena di dalamnya terdapat janji yang benar dan ancaman yang keras: َ

وۡ أَنزَلۡنَا هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيۡتَهُۥ خَٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِ (“Dan sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.”)

Yakni jika gunung yang perkasa dan keras, seandainya ia memahami makna al-Qur’an ini, lalu merenungkannya, niscaya ia akan tunduk terpecah belah karena rasa takut kepada Allah. Lalu apakah patut bagi kalian, wahai sekalian umat manusia, bila hati kalian tidak bersikap lunak, tunduk dan patuh karena rasa takut kepada Allah, padahal kalian dapat memahami perintah Allah dan merenungkan Kitab-Nya? oleh karena itu Allah berfirman:

وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ (“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”) dengan demikian, Allah memerintahkan umat manusia jika turun al-Qur’an kepada mereka supaya mereka mengambilnya dengan rasa takut yang mendalam lagi penuh ketundukan.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini diterangkan bahwa seandainya gunung-gunung itu diberi akal, pikiran, dan perasaan seperti yang telah dianugerahkan kepada manusia, kemudian diturunkan Al-Qur’an kepadanya, tentulah gunung-gunung itu tunduk kepada Allah, bahkan hancur-lebur karena takut kepada-Nya.

Akan tetapi, Al-Qur’an bukan untuk gunung, melainkan untuk manusia. Sungguh indah metafora ini, membandingkan manusia yang kecil dan lemah, dengan gunung yang begitu besar, tinggi, dan keras. Dikatakan bahwa gunung itu akan tunduk di hadapan wahyu Allah, dan akan hancur karena rasa takut.

Ayat ini merupakan suatu peringatan kepada manusia yang tidak mau menggunakan akal, pikiran, dan perasaan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Mereka lebih banyak terpengaruh oleh hawa nafsu dan kesenangan hidup di dunia, sehingga hal itu menutup akal dan pikiran mereka. Karena takut kehilangan pengaruh dan kedudukan, maka mereka tidak akan mau mengikuti kebenaran.

Betapa tingginya nilai Al-Qur’an, sehingga tidak semua makhluk Allah dapat memahami dengan baik maksud dan tujuannya. Untuk memahaminya harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain: ilmu yang memadai, menggunakan akal pikiran, membersihkan hati nuraninya, dan niat yang setulus-tulusnya. Keadaan sebagian manusia diterangkan dalam firman Allah:

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. (al-Baqarah/2: 74)

Ayat ini sama pula dengan firman Allah: Dan sekiranya ada suatu bacaan (Kitab Suci) yang dengan itu gunung-gunung dapat diguncangkan, atau bumi jadi terbelah, atau orang yang sudah mati dapat berbicara, (itulah Al-Qur’an). (ar-Ra’d/13: 31)

Baca Juga:  Surah Al-Anbiya Ayat 87-88; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Kemudian diterangkan bahwa perumpamaan-perumpamaan yang terdapat dalam Al-Qur’an itu harus menjadi pelajaran bagi orang yang mau mempergunakan akal, pikiran, dan perasaannya. Dengan demikian, mereka dapat melaksanakan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.

Tafsir Quraish Shihab: Jika Kami menurunkan al-Qur’ân ini kepada gunung yang kokoh, niscaya kamu akan melihat gunung itu tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah. Permisalan-permisalan itu Kami paparkan kepada manusia agar mereka mau memikirkan akibat hal ihwal urusan mereka.

Surah Al-Hasyr Ayat 22
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ

Terjemahan: “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Tafsir Jalalain: هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ (Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

Tafsir Ibnu Katsir: Selanjutnya firman Allah: هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ (“Dialah Allah yang tidak ada ilah [yang haq] selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang.”) Allah Ta’ala memberitahukan bahwa tidak ada ilah yang haq selain Dia, karena itu tidak ada Rabb melainkan Dia semata, dan tidak ada sembahan bagi alam semesta alam kecuali Dia. segala sembahan selain Dia adalah bathil.

Dan bahwasannya Dia Maha mengetahui segala yang ghaib dan yang tampak. Artinya, Dia mengetahui seluruh ciptaan ini baik yang tampak oleh pandangan kita maupun yang tidak tampak. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya baik di muka bumi ini maupun di langit, kecil maupun besar, bahkan semut kecil yang berada di kegelapan sekalipun.

Tafsir Kemenag: Allah yang menurunkan Al-Qur’an dan menetapkannya sebagai petunjuk bagi manusia, adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia. Dialah yang berhak disembah, tidak ada yang lain. Segala penyembahan terhadap selain Allah, seperti pohon, batu, patung, matahari, dan sebagainya, adalah perbuatan sesat. Dia Maha Mengetahui segala yang ada, baik yang tampak maupun yang gaib di langit dan di bumi. Dia Maha Pemurah kepada makhluk-Nya, dan Maha Pengasih.

Tafsir Quraish Shihab: Dia adalah Allah, tidak ada sembahan yang sebenarnya kecuali Dia semata. Dia Maha Mengetahui segala yang tampak dan yang tak tampak, serta Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Surah Al-Hasyr Ayat 23
هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّرُ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

Terjemahan: “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

Tafsir Jalalain: هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ (Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja Yang Maha Suci) dari semua apa yang tidak layak bagi keagungan dan kebesaran-Nya ٱلسَّلَٰمُ (Yang Maha Selamat) artinya Yang Bebas dari segala sifat-sifat kekurangan ٱلۡمُؤۡمِنُ (Yang Maha Mengamankan) para rasul-rasul-Nya dengan menciptakan mukjizat bagi mereka ٱلۡمُهَيۡمِنُ (Yang Maha Memelihara) berasal dari lafal haimana-yuhaiminu, dikatakan demikian apabila seseorang selalu mengawasi sesuatu.

Makna yang dimaksud ialah, Dia Maha Menyaksikan amal perbuatan hamba-hamba-Nya ٱلۡعَزِيزُ (Yang Maha Perkasa) yakni Yang Maha Kuat ٱلۡجَبَّارُ (Yang Maha Kuasa) untuk memaksa makhluk-Nya supaya menuruti apa yang dikehendaki-Nya ٱلۡمُتَكَبِّرُ (Yang Maha Agung) dari semua sifat yang tidak layak bagi keagungan-Nya. سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ (Maha Suci Allah) Dia memahasucikan Zat-Nya sendiri melalui ayat ini عَمَّا يُشۡرِكُونَ (dari apa yang mereka persekutukan) dengan-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian firman-Nya: هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُ (“Dia lah Allah yang tidak ada ilah [yang haq] selain, Dia, Raja.”) yakni yang menguasai segala sesuatu, mengendalikan semuanya tanpa ada rintangan dan halangan. Dan firman-Nya: ٱلۡقُدُّوسُ (“Yang Mahasuci”) Wahb bin Munabbih mengatakan: “Yakni Ath-ThaHir [Yang Mahabersih].”

Baca Juga:  Surah Al-Anfal Ayat 55-57; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Mujahid dan Qatadah mengemukakan: “Yakni al-Mubaarak [Yang Mahasuci].” Ibnu Juraij mengatakan: “Disucikan oleh para Malaikat yang mulia.” ٱلسَّلَٰمُ (“Yang Mahasejahtera”) yakni selamat dari segala macam aib dan kekurangan, karena keesempurnaan-Nya dalam dzat, sifat dan perbuatan-Nya.

Dan firman-Nya: ٱلۡمُؤۡمِنُ (“Yang mengaruniai keamanan”) adh-Dhahhak menuturkan dari Ibnu ‘Abbas, ia mengatakan: “Yakni memberikan rasa aman kepada makhluk-Nya bahwa Dia tidak mendhalimi mereka.” Qatadah mengatakan: “Dia mengaruniai rasa aman melalui firman-Nya bahwa Dia adalah benar.” Ibnu Zaid mengatakan: “Yakni membenarkan hamba-hamba-Nya yang beriman dalam keimanan mereka kepada-Nya.”

Firman-Nya lebih lanjut: ٱلۡمُهَيۡمِنُ (“Yang Mahamemelihara”) Ibnu ‘Abbas dan beberapa ulama mengatakan: “Al-Muhaimin, yakni yang memantau seluruh amal perbuatan makhluk-Nya. Artinya, Dia mengawasi mereka. Sebagaimana firman-Nya: (“Dan Allah Mahamenyaksikan segala sesuatu.”)(al-Buruuj: 9)

Firman-Nya: ٱلۡعَزِيزُ (“Yang Mahaperkasa”) yakni atas segala sesuatu dengan menguasai dan menundukkannya. Karenanya, Dia tidak dapat dicapai oleh siapapun karena keperkasaan, keagungan, kemuliaan dan kebesaran-Nya. Oleh karena itu, Allah berfirman: ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّرُ (“Yang Mahakuasa, Yang memiliki segala keagungan.”) yakni tidak patut kebesaran itu kecuali bagi-Nya, dan tidak ada keagungan kecuali karena keagungan-Nya. sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih:

“Keagungan adalah kain kebesaran-Ku, dan kebesaran [kesombongan] adalah selendang-Ku. Barangsiapa yang melepaskan salah satu dari keduanya dari diri-Ku, pasti Aku akan mengadzabnya.” (Sunan Abi Dawud, Sunan Ibnu Majah dan Musnad al-Imam Ahmad)

Menurut Qatadah: “Aljabbar, yaitu yang mencukupi makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.” sedangkan Ibnu Jarir mengungkapkan: “Aljabbaar, yakni yang mengurus seluruh urusan makhluk-Nya dan mengaturnya untuk kebaikan mereka.” Qatadah berkata: “Al-Mutakabbir, yakni Yang Mahaagung dari segala keburukan.”

Setelah itu Allah berfirman: سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشۡرِكُونَ (“Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

Tafsir Kemenag: Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki segala sesuatu yang ada, dan mengurus segalanya menurut yang dikehendaki-Nya. Yang Mahasuci dari segala macam bentuk cacat dan kekurangan. Yang Mahasejahtera, Yang Maha Memelihara keamanan, keseimbangan, dan kelangsungan hidup seluruh makhluk-Nya, Mahaperkasa tidak menganiaya makhluk-Nya, tetapi tuntutan-Nya sangat keras. Dia Mahabesar dan Mahasuci dari segala apa yang dipersekutukan dengan-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Dia adalah Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia, Pemilik segala sesuatu yang sebenarnya. Dia Mahasuci dari segala kekurangan dan terbebaskan dari segala sesuatu yang tidak pantas; Selamat dari segala kekurangan; Yang menguatkan utusan-utusan-Nya dengan suatu mukjizat, Yang mengawasi segala sesuatu, Mahaperkasa hingga tidak ada yang mampu mengalahkan-Nya, Yang Mahaagung dalam kekuatan dan kekuasaan-Nya, Yang Mahaagung dan terhindar dari segala sesuatu yang tidak pantas bagi keindahan dan keperkasaan-Nya. Allah Mahasuci dan Mahatinggi dari segala sesuatu yang mereka sekutukan.

Surah Al-Hasyr Ayat 24
هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡخَٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ ٱلۡمُصَوِّرُ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ

Terjemahan: “Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Tafsir Jalalain: هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡخَٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ (Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan) makhluk-Nya dari tiada ٱلۡمُصَوِّرُ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ (Yang membentuk rupa, hanya kepunyaan-Nyalah asma-asma yang paling baik) yang berjumlah sembilan puluh sembilan, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis. Lafal al-husna adalah bentuk muannats dari lafal al-ahsan. (Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) penafsirannya sebagaimana yang telah lalu.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah selanjutnya: هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡخَٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ ٱلۡمُصَوِّرُ (“Dialah Allah, Yang Menciptakan, Yang mengadakan, Yang Membentuk rupa.”) al-Khalq berarti menetapkan. Sedangkan al-Bar-u berarti melaksanakan dan melahirkan apa yang telah ditetapkan ke alam wujud. Dan tidak setiap yang menetapkan dan menyusunnya mampu untuk melaksanakan dan mewujudkannya kecuali Allah.

Seorang penyair memuji orang lain seraya mengungkapkan: “Dan engkau tentu melaksanakan apa yang telah engkau tetapkan, sedangkan sebagian kaum ada yang menetapkan kemudian tidak dapat melaksanakan.” Maksudnya, engkau mampu melaksanakan apa yang telah engkau tetapkan, sementara orang lain tidak mampu melaksanakan apa yang diinginkannya. Dengan demikian, kata al-Khalq berarti menetapkan, sedangkan al-Faryu berarti melaksanakan.

Baca Juga:  Surah Al-Isra Ayat 25; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Firman Allah: ٱلۡخَٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ ٱلۡمُصَوِّرُ (“Yang menciptakan, Yang Mengadakan, Yang membentuk rupa.”) yaitu Rabb yang jika menghendaki sesuatu, maka Dia cukup hanya mengucapkan, “Jadilah.” Maka jadilah sesuai bentuk yang dikehendaki-Nya dan rupa yang diinginkan-Nya. sebagaimana firman-Nya: (“Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, dia menyusun tubuhmu.” (al-Infithaar: 8).

Oleh karena itu, Dia menyebut al-Mushawwir, yakni yang melaksanakan apa yang hendak diwujudkan menurut bentuk yang dikehendaki.

Dan firman Allah selanjutnya: لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ (“Yang mempunyai nama-nama yang paling baik.”) penafsiran ayat ini telah disampaikan dalam pembahasan sebelumnya dalam surah al-A’raaf. Dan berikut ini dikemukakan hadits yang terdapat dalam kitab ash-Shahihain, dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah saw.:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa dapat menghitungnya [menghafal dan mengamalkannya] maka dia akan masuk surga. Dan Allah itu ganjil, menyukai yang ganjil.”

Sedangkan menurut redaksi Ibnu Majah, terdapat penambahan dan pengurangan, juga ada perbedaan dalam penyusunannya. Dan hal itu telah dikemukakan secara panjang lebar pada pembahasan surah al-A’raaf ayat 180.

Dan firman Allah: يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ (“Bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi.”) sebagaimana firman-Nya pula: (“Dan sesungguhnya tidak ada sesutupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya.”)(al-Israa’: 44)

Dan firman-Nya: وَهُوَ ٱلۡعَزِيز (“dan Dialah Yang Mahaperkasa”) artinya tidak ada yang dapat melawan dan mengalahkan-Nya. Alhakiim (“Lagi Mahabijaksana”) yakni, dalam syariat dan ketetapan-Nya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Mu’qil bin Yasar, Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa ketika bangun pagi mengucapkan tiga kali: [Aku berlindung kepada Allah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui dari syaitan yang terkutuk], lalu membaca tiga ayat dari akhir surah al-Hasyr, maka Allah menugaskan kepadanya tujuh puluh ribu malaikat untuk mendoakannya hingga sore hari. Dan jika ia meninggal pada hari itu, maka ia wafat sebagai syahid. Dan barangsiapa mengucapkannya pada sore hari, maka ia juga mendapatkan kedudukan yang sama.”

Demikian hadits riwayat at-Tirmidzi. Ia mengatakan: “Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini.”

Tafsir Kemenag: Allah Pencipta seluruh makhluk-Nya. Dia yang mengadakan seluruh makhluk dari tidak ada kepada ada. Yang membentuk makhluk sesuai dengan tugas dan sifatnya masing-masing. Dia mempunyai sifat-sifat yang indah, nama yang agung yang tidak dipunyai oleh makhluk lain, selain dari Dia. Kepada-Nya bertasbih dan memuji segala yang ada di langit dan di bumi.

Sebenarnya yang penting dalam berdoa adalah keikhlasan hati, kekhusyukan dan ketundukan kepada Allah. Dengan membaca ayat-ayat itu, diharapkan ketiganya muncul, sehingga doa itu diterima Allah. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda:

Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafal, menghayati, dan meresapinya, niscaya akan masuk surga. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim) Yang dimaksud dengan menghayati dan meresapinya di sini ialah benar-benar memahami sifat-sifat Allah itu, merasakan keagungan, kebesaran, dan kekuasaan-Nya atas seluruh makhluk, dan merasakan kasih sayang-Nya. Hal itu menimbulkan ketundukan, kepatuhan, dan kekhusyukan pada setiap orang yang melakukan ibadah kepada-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Dialah Allah yang menciptakan segala sesuatu tanpa contoh sebelumnya, yang mewujudkannya dalam keadaan terbebas dari ketidak-beraturan dan memberinya bentuk sesuai dengan kehendak-Nya. Dia yang memiliki al-asmâ’ al-husnâ (nama-nama terbaik).

Dia tersucikan dari segala sesuatu yang tidak pantas oleh segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, Mahaperkasa yang tidak dapat dikalahkan oleh apa pun, dan Mahabijaksana dalam mengatur dan membuat syariat.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Hasyr Ayat 21-24 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S