Wali Nikah Anak Diluar Nikah Dalam Pandangan Fiqih

Wali Nikah Anak Diluar Nikah Dalam Pandangan Fiqih

PeciHitam.org – Sebelum membahas wali nikah anak diluar nikah, terlebih dahulu membahas rukun nikah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya menurut pandangan madzhab syafi’i, rukun nikah itu ada lima, yaitu shighat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-laki, dan seorang wali.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

  فَصْلٌ فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا وَأَرْكَانُهُ خَمْسَةٌ صِيغَةٌ وَزَوْجَةٌ وَشَاهِدَانِ وَزَوْجٌ وَوَلِيٌّ

 “Pasal tentang rukun nikah dan selainnya. Rukun nikah itu ada lima yaitu, shigat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-laki, dan wali” (Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 3, hal. 139)

Jadi wali merupakan salah satu rukun nikah dan wajib ada dalam sebuah akad nikah. Maka konsekwensinya adalah pernikahan tidak dianggap sah jika tidak adanya wali.

  اَلْوَلِيُّ أَحَدُ أَرْكَانِ النِّكَاحِ فَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِوَلِيٍّ 

“Wali adalah salah satu rukun nikah, maka nikah tidak sah tanpa wali” (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, hal. 40)

Baca Juga:  Apakah Hutang Puasa Mayit Menjadi Tanggung Jawab Keluarga?

Lantas siapakah wali nikah anak diluar nikah (anak zina)? Untuk menjawab permasalahan ini maka terlebih dahulu penulis akan mengetengahkan pandangan para ulama mengenai nasab dari anak diluar nikah.

Mayoritas ulama sepakat tidak menasabkan anak diluar nikah kepada ayah biologisnya, kecuali anak-anak yang lahir pada masa jahiliyah, dimana dinasabkan kepada siapa yang mengakuinya, setelah memeluk Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh sayyidina Umar bin al-Khaththab ra.

وَاتَّفَقَ الْجُمْهُورُ عَلَى أَنَّ أَوْلَادَ الزِّنَا لَا يُلْحَقُونَ بِآبَائِهِمْ إِلَّا فِي الْجَاهِلِيَّةِ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَلَى اخْتِلَافٍ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الصَّحَابَةِ

“Mayoritas ulama sepakat bahwa anak zina tidak diilhaqkan (dinasabkan) kepada bapak mereka  kecuali anak-anak yang lahir pada masa jahiliyah sebagaimana yang diriwayatkan dari sayyidina Umar bin al-Khaththab ra, dan dalam hal ini terjadi perbedaan (pandangan, red.) di antara sahabat” (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Mesir-Mushthafa al-Babi al-Halabi, cet ke-4, 1395 H/1975 M, juz, 2, hal. 358)

Baca Juga:  Perbedaan Zakat Infaq dan Sedekah yang Wajib Kita Ketahui

Jika anak diluar nikah tidak dinasabkan kepada bapak biologisnya, lantas kepada siapa ia dinasabkan? Mayoritas ulama berpendapat bahwa anak dari hasil pernikahan dinasabkan kepada ibunya. Efek yang ditimbulkan dari penasaban anak dari hasil perzinahan ke ibunya mengakibatkan si anak tidak memilik wali.

Sedangkan orang yang tidak memiliki seorang wali, maka walinya adalah penguasa/sulthan. Atau dengan kata lain serta merujuk pada prakteknya sekarang, walinya adalah wali hakim. Pandangan ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw berikut ini;

اَلسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

“Sultan (penguasa) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”. (H.R. Ahmad)

Jika penjelasan ini disimpul dalam konteks pertanyaan di atas, maka laki-laki yang menikahi ibunya tidak bisa menjadi wali nikah bagi si anak perempuan tersebut, akan tetapi yang menjadi wali nikahnya adalah wali hakim, yaitu pejabat pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama atau yang mewakilinya sampai tingkat daerah yakni pejabat Kantor Urusan Agam (KUA).

Baca Juga:  Tata Cara Sholat Tahajud dan Bacaannya

Demikian penjelasan yang dapat penulisan kemukakan. Kesimpulannya, wali nikah anak diluar nikah haruslah hakim atau pejabat KUA. Sedikit saran penulis, jangan memberikan perlakukan yang diskriminatif kepada anak hasil zina.

Sebab, anak yang dilahirkan tidak mewarisi dosa apapun dari orang tuanya. Adapun ketentuan seperti disebutkan di atas menjadi semacam peringantan agar jangan sampai terjadi perbuatan zina.

Semoga bisa bermanfaat.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *